Nabi Muhammad saw. tidak menunjuk siapa yang akan menggantikan sepeninggalnya dalam memimpin umat yang baru terbentuk. Memang wafat beliau mengejutkan, tetapi sesungguhnya dalam sakitnya yang terakhir ketika beliau mengalami gangguan kesehatan sekurang-kurangnya selama tiga bulan, Muhammad telah merasakan bahwa ajalnya akan segera tiba.
Pemimpin umat Islam setelah Nabi, bergelar ‘Khalifah’ (secara harfiah artinya orang yang mengikuti, pengganti kedudukan rasul). Meskipun dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa kedudukan Nabi sesungguhnya tidak akan pernah tergantikan, karena tidak ada seorang pun yang menerima ajaran Tuhan sesudah Muhammad. Menggantikan Rasul (Khalifah) hanyalah berarti memiliki kekuasaan yang diperlukan untuk meneruskan perjuangan Nabi.
Dalam sejarah Islam, empat orang pengganti Nabi yang pertama adalah para pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari Rasul bagi kemajuan Islam dan umatnya. Karena itu gelar “Yang mendapat bimbingan di jalan lurus” (al-khulafa ar-rasyidin) diberikan kepada mereka.
A. Abu Bakar as-Siddiq (11-13 H/ 632-634 M)
Namanya ialah Abdullah bin Abi Quhafa at-Tamimi. Di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama. Julukannya ialah Abu Bakar (Bapak Pemagi) karenadari pagi-pagi betul (orang yang paling awal) memeluk Islam. Gelarnya as-Siddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj. Nabi seringkali menunjuknya untuk mendampinginya di saat-saat penting atau jika berhalangan, Rasul mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keagamaan dan atau mengurusi persoalan-persoalan aktual di Madinah. Pilihan umat terhadap tokoh ini sangatlah tepat.
Abu Bakar memangku jabatan Khalifah selama dua tahun lebih sedikit, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi. Terpilihnya Abu Bakar telah membangun kembali kesadaran dan tekad umat untuk bersatu melanjutkan tugas mulia Nabi. Menyadari bahwa kekuatan kepemimpinannya bertumpu pada komunitas yang bersatu ini, yang pertama kali menjadi perhatian Khalifah adalah merealisasikan keinginan Nabi yang hampir tidak terlaksana. Yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah pimpinan Usamah untuk membalas pembunuhan ayahnya, Zaid, dan kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam perang Mu’tah. Sebagian sahabat menentang keras rencana ini, tetapi Khalifah tak peduli. Nyatanya ekspedisi itu sukses dan membawa pengaruh positif bagi umat Islam, khususnya di dalam membangkitkan kepercayaan diri mereka yang nyaris pudar.
Akibat lain dari wafatnya Nabi ialah hengkangnya beberapa orang Arab dari ikatan Islam. Mereka melepaskan kesetiaan dengan menolak memberikan baiat kepada Khalifah yang baru dan bahkan menentang agama Islam, karena mereka menganggap bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama Muhammad dengan sendirinya batal disebabkan kematian Nabi Islam itu.
Sesungguhnya tidaklah mengherankan dengan banyaknya suku Arab yang melepaskan diri dari ikatan agama Islam. Mereka adalah orang-orang yang baru memasuki Islam. Belum cukup waktu bagi Nabi dan para sahabatnya untuk mengajari mereka prinsip-prinsip keimanan dan ajaran Islam. Gerakan melepas kesetiaan tersebut dinamakan “Riddah”. Riddah berarti murtad, beralih agama dari Islam ke kepercayaan semula.
Oleh karena itu, Khalifah dengan tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka. Mula-mula hal itu dimaksudkan sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar, lalu berkembang menjadi perang merebut kemenangan. Tindakan pembersihan juga dilakukan untuk menumpas nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat.
Selama peperangan Riddah, banyak Qari’ (penghafal al-Quran) yang tewas. Karena orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian al-Qur’an, Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi dari al-Qur’an akan musnah. Karena itu ia menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu ‘kumpulan’ al-Quran. Mulanya Khalifah agak ragu untuk melakukan tugas ini karena tidak menerima otoritas dari Nabi, tetapi kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Sabit. Para pencatat sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari Khalifah Abu Bakar.
Peperangan melawan para pengacau tersebut meneguhkan kembali Khalifah Abu Bakar sebagai “Penyelamat Islam”, yang berhasil menyelamatkan Islam dari kekacauan dan kehancuran, dan membuat agama itu memperoleh lagi kesetiaan dari seluruh Jazirah Arab.
Sesudah memulihkan ketertiban di dalam negeri, Abu Bakar lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan Persia dan Byzantium, yang akhirnya menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran itu.
Tentara Islam di bawah pimpinan Musanna dan Khalid ibn Walid dikirim ke Irak dan menaklukkan Hirah; sebuah kerajaan setengah Arab yang menyatakan kesetiaannya kepada Kisra Persia, yang secara strategis sangat penting bagi umat Islam dalam meneruskan penyebaran agama ke wilayah-wilayah di belahan utara dan timur. Sedangkan ke Suriah, suatu negara di utara Arab yang dikuasai Romawi Timur (Byzantium), Abu Bakar mengutus empat panglima, yaitu Abu Ubaidah, Yazid ibn abi Sufyan, ‘Amr ibn As dan Syurahbil.
Faktor penting lainnya dari pengiriman pasukan besar-besaran ke Suriah ini sehingga dipimpin oleh empat panglima sekaligus adalah karena umat Islam Arab memandang Suriah sebagai bagian integral dari semenanjung Arab.
Ketika pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak dan kerajaan Hirah, dan telah meraih beberapa kemenangan yang dapat memberikan kepada mereka kemungkinan-kemungkinan besar bagi keberhasilan selanjutnya, Khalifah abu Bakar ra. meninggal dunia, Senin, 23 Agustus 624 M setelah lebih kurang selama 15 hari terbaring di tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 3 bulan 11 hari.
B. Umar ibn Khattab (13-23 H/ 634-644 M)
Ia bernama Umar ibn Khattab ibn Nufail keturunan Abdul ‘Uzza al-Quraisy dari suku ‘Adi; salah satu suku yang terpandang mulia. Ia dilahirkan di Makkah empat tahun sebelum kelahiran nabi saw. Dia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani. Umar masuk Islam pada tahun kelima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat nabi saw. Ia berkorban untuk melindungi Nabi saw. dan agama Islam, dan ikut berperang dalam peperangan yang besar di masa Rasul saw. serta dijadikan sebagai tempat rujukan oleh Nabi mengenai hal-hal yang penting. Ia dapat memecahkan masalah yang rumit tentang siapa yang berhak mengganti Rasulullah dalam memimpin umat setelah wafatnya Rasulullah saw. dengan memilih dan membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah sehingga ia mendapat penghormatan yang tinggi dan dimintai nasehatnya serta menjadi tangan kanan Khalifah yang baru itu. Sebelum meninggal dunia, Abu Bakar telah menunjuk Umar ibn Khattab menjadi penerusnya. Rupanya masa dua tahun bagi Khalifah Abu Bakar belumlah cukup menjamin stabilitas keamanan terkendali, maka penunjukan ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam.
Pada awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai rencana pengangkatan Umar ini, sahabat Talhah misalnya segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikan rasa kecewanya. Namun oleh karena Umar adalah orang yang paling tepat untuk menduduki kursi kekhalifahan, maka pengangkatan Umar mendapat persetujuan dan baiat dari semua anggota masyarakat Islam.
Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh Khalifah Abu Bakar, dan era penaklukan militer telah dimulai, maka Khalifah Umar menganggap bahwa tugasnya yang pertama ialah mensukseskan ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya. Belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan ini. Pada tahun 635 M Damascus, ibu kota Suriah ditundukkan, setahun kemudian seluruh wilayah Suriah jatuh ke tangan kaum Muslimin, setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk di sebelah timur anak sungai Yordania, pasukan Romawi yang terkenal kuat itu runtuh bagai rumah kartu.
Dari Suriah, lasykar kaum Muslim melanjutkan langkah ke bumi Mesir dan membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika bagian utara. Bangsa Romawi telah menguasai Mesir sejak tahun 30 SM, dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah oleh Raja Fir’aun itu. ‘Amr ibn As meminta izin Khalifah Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi Khalifah masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar di beberapa front pertempuran. Akhirnya permintaan itu dikabulkan juga oleh Khalifah dengan mengirim 4000 tentara ke Mesir untuk membantu ekspedisi tersebut. Tahun 18 H, pasukan Muslimin mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan Pelusium (al-Farama), pelabuhan di pantai Laut Tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh kaum muslimin dan dapat ditaklukkan tahun 19 H. Babylon juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H setelah 7 bulan terkepung. Iskandariah sebagai ibu kota Mesir dikepung selama empat bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Ubadah ibn as-Samit yang dikirim oleh Khalifah dari Madinah sebagai bantuan pasukan yang sudah berada di front peperangan Mesir.
Dengan Suriah sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armenia, Mesopotamia Utara, Georgia dan Azerbaijan menjadi terbuka. Seperti halnya Yarmuk yang menetukan nasib Suriah, perang Qadisiah pada tahun 637 M menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar mengirim pasukan di bawah Sa’ad ibn Abi Waqqas untuk menundukkan kota itu. Kemenangan yang diraih di daerah itu membuka jalan bagi gerak maju tentara Muslim ke dataran Euphrat dan Tigris. Tahun 641 M/22 H seluruh wilayah Persia sempurna bertekuk lutut di bawah kaki Islam, sesudah pertempuran sengit di Nahawan. Isphahan juga ditaklukkan, demikian pula Jurjan/Georgia dan Tabristan. Azarbaijan tidak luput dari kepungan pasukan Muslim. Kaum Muslimin menyebut sukses ini dengan “Kemenangan dari segala kemenangan” (Fathul-futuh).
Bersamaan dengan keberhasilan ekspansi di atas, pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkembangan yang amat pesat. Khalifah Umar telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani tuntutan masyarakat baru yang terus berkembang. Umar mendirikan dewan-dewan (jawatan), membangun Baitul Mal, mencetak mata uang, membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mengangkat hakim-hakim dan menyelenggarakan ‘hisbah’ (pengawasan pasar, mengontrol timbangan dan takaran, menjaga tata tertib dan kesusilan dan sebagainya).
Khalifah Umar juga meletakkan prinsip-prinsip demokratis dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil yang paripurna. Kekuasaan Umar menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara.
Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari. Kematiannya sangat tragis, seorang budak bangsa Persia bernama Feroz atau Abu Lu’lu’ah secara tiba-tiba menyerang dengan tikaman pisau tajam ke arah Khalifah yang akan mendirikan shalat Subuh di masjid an-Nabawi. Khalifah yang terluka parah itu, dari pembaringannya mengangkat “Syura” (komisi pemilih) yang akan memilih penerus tongkat kekhalifahannya. Khalifah Umar wafat tiga hari setelah peristiwa penikaman atas dirinya, yakni 1 Muharram 23 H/644 M.
C. Usman ibn Affan (24-36 H/ 644-656 M)
Nama lengkapnya ialah Usman ibn Affan ibn Abdil-As ibn Umaiyah dari kaum Quraisy. Ia memeluk Islam lantaran ajakan Abu Bakar dan menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi saw. Ia sangat kaya tetapi berlaku sederhana, dan sebagian besar kekayaannya digunakan untuk kejayaan Islam. Ia mendapat julukan zun nurain, karena mengawini dua putri Nabi saw. secara berurutan setelah yang satu meninggal. Ia juga merasakan penderitaan yang disebabkan oleh tekanan kaum Quraisy terhadap Muslimin di Makkah, dan ikut hijrah ke Abesinia beserta istrinya. Ia menyumbang 950 ekor unta dan 50 bagal serta 1000 dirham dalam ekspedisi untuk melawan Byzantium di perbatasan Palestina. Ia juga membeli mata air orang-orang Romawi yang terkenal dengan harga 20.000 dirham untuk selanjutnya diwakafkan bagi kepentingan umat Islam, dan pernah meriwayatkan hadis kurang lebih 150 hadis. Seperti halnya Umar, Usman naik menjadi Khalifah dengan proses pemilihan. Bedanya, Umar dipilih atas penunjukan langsung sedangkan Usman diangkat atas penunjukan tidak langsung, yaitu melewati badan Syura yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya.
Masa pemerintahannya adalah yang terpanjang dari semua khalifah di zaman Khulafaurrasyidin, yaitu 12 tahun. Selama paruh pertama masa pemerintahannya, Usman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam. Daerah-daerah strategis yang sudah dikuasai Islam seperti Mesir dan Irak terus dilindungi dan dikembangkan dengan melakukan serangkaian ekspedisi militer yang terencanakan secara cermat di semua front.
Karya besar Usman yang dipersembahkan kepada umat Islam ialah susunan kitab suci al-Qur’an. Penyusunan al-Qur’an dimaksudkan untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan al-Qur’an. Setelah melewati saat-saat yang gemilang, pada paroh terakhir masa kekuasaannya, khalifah Usman menghadapi berbagai pemberontakan di dalam negeri yang dilakukan oleh orang-orang yang kecewa terhadap tabiat Khalifah dan beberapa kebijaksanaan pemerintahannya. Nepotisme (memberikan pekerjaan kepada anggota keluarganya) telah membawa Khalifah ke puncak kebencian rakyat, yang pada beberapa waktu kemudian meletus menjadi pertikaian yang mengerikan di kalangan uma Islam.
Situasi politik di akhir masa pemerintahan Usman benar-benar semakin mencekam. Bahkan pun usaha-usaha yang bertujuan baik dan mempunyai alasan kuat untuk kemaslahatan umat disalahfahami dan melahirkan perlawanan dari masyarakat. Modifikasi al-Qur’an yang dimaksudkan oleh Khalifah untuk menyelesaikan kesimpang-siuran bacaan al-Qur’an sehingga perbedaan serius mengenai kitab suci dapat dihindari, telah mengundang kecaman yang sangat hebat melebihi dari apa yang mungkin tak diduga. Lawan-lawannya menuduh bahwa Usman sama sekali tidak mempunyai otoritas untukmenetapkan edisi al-Qur’an yang dibakukan itu. Dengan kata lain, mereka mendakwa Usman secara tidak benar telah menggunakan kekuasaan keagamaan yang tidak dimilikinya.
Rasa tidak puas tehadap khalifah Usman semakin besar dan menyeluruh. Di Kufah dan Basrah, yang dikuasai oleh Talhah dan Zubair, rakyat bangkit menentang Gubernur yang diangkat oleh Khalifah. Hasutan yang lebih keras juga terjadi di Mesir karena ketidaksetiaan rakyat terhadap Abdullah ibn Sa’ad saudara angkat Khalifah, sebagai pengganti gubernur ‘Amr ibn As. Para pemberontak dari Basrah dan kufah bertemu dan menggabungkan diri dengan kelompok dari Mesir. Wakil-wakil mereka menuntut Khalifah untuk mendengarkan keluhan-keluhan mereka. Khalifah menuruti kemauan mereka dengan mengangkat Muhammad ibn Abu Bakar sebagai gubernur di Mesir. Mereka merasa puas atas kebijaksanaaan Khalifah itu dan pulang ke negeri masing-masing. Tetapi di tengah jalan para pemberontak menemukan surat yang dibawa oleh utusan khusus yang menerangkan bahwa para wakil itu harus dibunuh setelah sampai di Mesir. Menurut mereka yang menulis surat itu adalah Marwan ibn Hakam, sekretaris Khalifah. Kemudian mereka mengepung rumah khalifah, dan membunuh Khalifah di saat membaca al-qur’an, pada tahun 35 H/ 17 Juni 656.
D. Ali ibn Abi Talib (36-41 H/ 656-661)
Ali adalah putera Abi Talib ibn Abdul Mutalib. Ia adalah sepupu Nabi saw. yang telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota Makkah, demi untuk membantu keluarga pamannya yang mempunyai banyak putra. Abbas, paman Nabi yang lain membantu Abu Talib dengan memelihara Ja’far, anak Abu Talib yang lain. Ia telah masuk Islam dalam waktu yang masih berada pada umur sangat muda.
Ia menemani Nabi dalam perjuangan menegakkan Islam, baik di Makkah maupun di Madinah, dan ia diambil menantu oleh Nabi saw. dengan mengawinkannya dengan Fatimah, salah seorang putri Rasulullah saw. dan dari sisi inilah keturunan Nabi saw. berkelanjutan.
Beberapa hari setelah pembunuhan Usman, stabilitas keamanan kota Madinah menjadi rawan. Gafiqy ibn Harb memegang keamanan ibu kota Islam itu selama kira-kira lima hari sampai terpilihnya Khalifah yang baru. Kemudian Ali ibn Abi Talib tampil menggantikan Usman, menerima sumpah setia (baiat) dari sejumlah kaum Muslimin diantara mereka juga terdapat Talhah ibn Ubaidillah, Zubair dan Sa’ad.
Yang pertama diselesaikan oleh Khalifah Ali ialah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar, menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan oleh Usman kepada kaum kerabatnya ke dalam kepemilikan negara. Ali juga segera menurunkan semua gubernur yang tidak disenangi rakyat. Uman ibn Hanif diangkat menjadi penguasa Basrah menggantikan Ibnu Amir, Qais dikirim ke Mesir untuk menggantikan gubernur itu yang dijabat oleh Abdullah. Gubernur Suriah, Muawiyah, juga diminta meletakkan jabatan, tetapi menolak perintah Ali, bahkan ia tidak mengakui kekhalifahannya.
Oposisi terhadap Khalifah secara terang-terangan dimulai oleh Aisyah, Talhah dan Zubair. Mereka sepakat menuntut Khalifah segera menghukum para pembunuh Usman. Tuntutan yang sama juga diajukan oleh Muawiyah. Khalifah Ali sebenarnya ingin menghindari pertikaian dan mengajukan konfrontasi kepada Talhah dan kawan-kawan, tetapi tampaknya penyelesaian damai sulit dicapai. Maka kontak senjata tak dapat dielakkan lagi. Talhah dan Zubair terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah dikembalikan ke Madinah. Peperangan ini terkenal dengan nama “Perang Unta” (Jamal), yang terjadi pada tahun 36 H, karena Aisyah menaiki unta dalam pertempuran tersebut. Dalam pertempuran tersebut 20.000 kaum Muslimin gugur.
Segera sesudah menyelesaikan gerakan Talhah dan kawan-kawan, pusat kekuasaan Islam dipindahkan ke kota Kufah. Sejak itu berakhirlah Madinah sebagai ibu kota kedaulatan Islam. Sekarang, Ali adalah pemimpin dari seluruh wilayah Islam, kecuali Suriah.
Dengan dikuasainya Suriah oleh Muawiyah, yang secara terbuka menentang Ali, dan penolakannya atas perintah meletakkan jabatan gubernur, memaksa Khalifah Ali untuk bertindak. Pertempuran sesama Muslim terjadi lagi, yaitu antara angkatan perang Ali dan pasukan Muawiyah di kota tua Siffin dekat sungai Euphrat, pada tahun 37 H. Khalifah Ali mengerahkan 50.000 pasukan untuk menghadapi Muawiyah. Sebenarnya pihak Muawiyah telah terdesak kalah, dengan 7.000 pasukannya terbunuh, yang menyebabkan mereka mengangkat al-Qur’an sebagai tanda minta damai dengan cara tahkim. Khalifah diwakili oleh Abu Musa al-Ast’ari sedangkan Muawiyah diwakili oleh ‘Amr ibn As. Dalam tahkim tersebut Khalifah dan Muawiyah harus meletakkan jabatan, pemilihan baru harus dilaksanakan. Abu Musa pertama kali menurunkan Ali sebagai Khalifah. Tetapi ‘Amr bertindak sebaliknya, tidak menurunkan Muawiyah tetapi justru mengangkatnya sebagai Khalifah, karena Ali telah diturunkan oleh Abu Musa. Peperangan siffin yang diakhiri tahkim, menyebabkan lahirnya golongan Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan pendukung Ali, yang berjumlah kira-kira 12.000 orang.
Khawarij yang bermarkas di Nahrawan benar-benar merepotkan Khalifah, sehingga memberikan kesempatan kepada pihak Muawiyah untuk memperkuat dan meluaskan kekuasaannya sampai mampu merebut Mesir. Akibatnya, sungguh sangat fatal bagi Ali.
Karena kekuatannya telah banyak menurun, terpaksa Khalifah Ali menyetujui perjanjian damai dengan Muawiyah, yang secara politis berarti Khalifah mengakui keabsahan kepemilikan Muawiyah atas Suriah dan Mesir. Hal tersebut ternyata membuat kaum Khawarij marah. Tepat pada 17 Ramadhan 40 H (661 M) Khalifah Ali ditikam oleh Ibn Muljam, seorang anggota Khawarij yang sangat fanatik. Sedangkan wilayah Islam sudah meluas lagi baik timur, Persia, maupun ke barat, Mesir.