2.10.13

KARAKTERISTIK UMUM PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam semua transformasi yang disebut pendidikan. Karena peserta didik merupakan komponen manusiawi yang terpenting dalam proses pendidikan, maka seorang guru dituntut mampu memahami perkembangan peserta didik, sehingga guru dapat memberikan pelayanan pendidikan atau menggunakan strategi pembelajaran yang relevan sesuai dengan tingkat perkembangan siswa tersebut.

Nah, mari kita lihat apa saja yang menjadi karakteristik umum perkembangan peserta didik dalam kajian psikologi.

Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD)

Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (6-9 tahun) dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun).

Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.
Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:
  1. Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik.
  2. Membina hidup sehat
  3. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok
  4. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin
  5. Belajar membaca, menulis dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat
  6. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif
  7. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai
  8. Mencapai kemandirian pribadi
Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk memberikan bantuan berupa:
  1. Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik
  2. Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga kepribadian sosialnya berkembang
  3. Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret atau langsung dalam membangun konsep
  4. Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.
Karakteristik Anak Usia Sekolah Menengah (SMP)

Dilihat dari tahapan perkembangan yang disetujui oleh banyak ahli, anak usia sekolah menengah (SMP) berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14 tahun). Terdapat sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP ini, yaitu:
  1. Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan.
  2. Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder
  3. Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orangtua.
  4. Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
  5. Mulai mempertanyakan secara skeptic mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan.
  6. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.
  7. Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial
  8. Kecenderungan minat dan pilihan karier relatif sudah lebih jelas.
Adanya karakteristik anak usia sekolah menengah yang demikian, maka guru diharapkan untuk:
  1. Menerapkan model pembelajaran yang memisahkan siswa pria dan wanita ketika membahas topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi.
  2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan hobi dan minatnya melalui kegiatan-kegiatan yang positif.
  3. Menerapkan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual atau kelompok kecil.
  4. Meningkatkan kerjasama dengan orangtua dan masyarakat untuk mengembangkan potensi siswa.
  5. Tampil menjadi teladan yang baik bagi siswa.
  6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggung jawab.
Karakteristrik Anak Usia Remaja (SMA)

Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu:
  1. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya
  2. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat
  3. Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif
  4. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
  5. Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya
  6. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak
  7. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga Negara
  8. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial
  9. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku
  10. Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas
Berbagai karakteristik perkembangan masa remaja tersebut, menuntut adanya pelayanan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan guru, diantaranya:
  1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika
  2. Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubuh atau kondisi dirinya
  3. Menyediakan fasilitas yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti sarana olahraga, kesenian dan sebagainya
  4. Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan
  5. Melatih siswa mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan penuh godaan
  6. Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berpikir kritis, reflektif dan positif
  7. Membantu siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap wiraswasta
  8. Memupuk semangat keberagaman siswa melalui pembelajaran agama terbuka dan lebih toleran
  9. Menjalin hubungan yang harmonis dengan siswa dan bersedia mendengarkan segala keluhan dan problem yang dihadapinya
Demikianlah masing-masing karakteristik perkembangan peserta didik menurut kajian psikologi.

POLIGAMI PERSPEKTIF ISLAM

Poligami adalah perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri dalam waktu yang bersamaan. Lawan dari poligami adalah monogami, yakni sistem perkawinan yang hanya membolehkan seorang suami memiliki seorang istri dalam satu waktu. Banyak nabi, termasuk Rasulullah SAW dan sebagian sahabat beliau, berpoligami dengan alasan tertentu. Dapat dikatakan bahwa dengan berpoligami perselingkuhan dapat dikurangi. Bukankah kemandulan atau penyakit parah merupakan satu kemungkinan yang dapat terjadi dimana-mana? Apakah jalan keluar yang dapat diusulkan kepada suami yang menghadapi kasus demikian? Bagaimanakah seharusnya ia menyalurkan kebutuhan biologisnya? Atau memperoleh dambaannya pada keturunan? Melarangnya berpoligami dapat mengundang perselingkuhan. Menahan kebutuhan seksnya juga menimbulkan stress. Menceraikan istrinya yang sakit, juga merupakan penganiayaan. Jalan keluar yang paling tepat, jika memang yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat, adalah kawin lagi secara sah (berpoligami), tetapi dengan syarat adil dan baik-baik serta sepengetahuan istrinya.

Dalam perspektif Islam, poligami dibenarkan dengan syarat-syarat tertentu. Batasan ini didasarkan pada QS. An-Nisa’ [4]: 3 bahwa

“Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan (yatim), maka kawinilah apa yang kamu senangi dari perempuan-perempuan (lain); dua, tiga, atau empat. Lalu jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja…”

Dari ayat itu dipahami bahwa aturan Islam hanya membatasi poligami sampai empat istri saja. Selain itu juga mengisyaratkan adanya rasa takut, yang juga dapat berarti mengetahui. Ini menunjukkan bahwa siapa yang yakin atau menduga keras atau bahkan menduganya, tidak akan dapat berlaku adil bila berpoligami, maka dia tidak diperkenankan melakukan poligami. Yang diperkenankan hanyalah yang yakin atau menduga keras dapat berlaku adil. Yang ragu, apakah bisa berlaku adil atau tidak, seyogyanya tidak diizinkan.

Al-Maraghi berpendapat bahwa kebolehan poligami adalah kebolehan yang dipersulit dan diperketat. Menurutnya, poligami diperbolehkan dalam keadaan darurat yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang benar-benar membutuhkan. Dia kemudian mencatat kaidah fiqhiyah “dar’u al-mafasid muqaddamun ‘ala jalbi al-mashalih”  (menolak yang berbahaya harus didahulukan daripada mengambil yang bermanfaat). Catatan ini dimaksudkan untuk menunjukkan betapa pentingnya untuk berhati-hati dalam melakukan poligami. Alasan yang membolehkan poligami, menurut al-Maraghi adalah*:
  1. Karena isteri mandul sementara keduanya atau salah satunya sangat mengharapkan keturunan;
  2. Apabila suami memiliki kemampuan seks yang tinggi sementara isteri tidak mampu meladeni sesuai dengan kebutuhannya;
  3. Jika suami memiliki harta yang banyak untuk membiayai segala kepentingan keluarga, mulai dari kepentingan isteri sampai kepentingan anak-anak; dan
  4. Jika jumlah perempuan melebihi jumlah laki-laki yang bisa jadi dikarenakan perang, atau banyaknya anak yatim dan janda akibat perang.
Al-Maraghi juga menegaskan hikmah pernikahan poligami yang dilakukan Nabi Muhammad SAW yang menurutnya ditujukan untuk syiar Islam. Sebab jika tujuannya untuk pemuasan nafsu seksual, tentu Nabi akan memilih perempuan-perempuan cantik dan yang masih gadis. Sejarah membuktikan bahwa yang dinikahi Nabi semuanya janda kecuali ‘Aisyah.

Jika kita perhatikan, praktik poligami di tengah-tengah masyarakat masih banyak mengabaikan aturan poligami sebagaimana penjelasan di atas. Kebanyakan dari mereka melakukan poligami hanya karena pemenuhan nafsu belaka, sehingga mengabaikan prinsip pokok dalam hukum Islam, yakni keharusan berlaku adil. Adil disini adalah keadilan dalam bidang material atau nafkah, muamalah, pergaulan, serta giliran tidur malam, bukan cinta. Wa Allahu A’lam.

*Al-Maraghi,  Ahmad  Musthafa.  1969.  Tafsir  al-Maraghi Jilid IV.  Mesir:  Mushthafa  al-Bab al-Halabi.